Diskusi Sastra PKKH UGM edisi Mei 2016 akan membahas sajak karya Mathori A Elwa, bertajuk “Yang Maha Syahwat”. Kami mengundang Anda untuk hadir dalam kegiatan akan ini, pada:
Senin, 23 Mei 2016
Pukul 19.30 WIB-selesai
Di Hall PKKH UGM, Bulaksumur, Yogyakarta
Pembahas:
Dimas Indiana Senja (sastrawan)
Aulia Rahman (mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB UGM)
MC dan Moderator:
Arie Azhari Nasution
Mari hadir, mengapresiasi dan turut berdiskusi. Acara ini terbuka untuk umum, tanpa dipungut biaya.
Kami mengunggah ulasan atas puisi yang dibahas, sebagai pemantik diskusi. Silakan klik tautan: https://www.facebook.com/events/714610308575445/
Salam.
***
Di bawah ini, sajak yang akan kita perbincangkan:
Yang Maha Syahwat
: NHR
- aku seorang pengembara atau pertapa
kubiarkan dirimu menentukan jalan sendiri
dan tunggulah suatu saat
bahwa bulan bersinar karena aku
matahari terbenam karena aku - aku seorang pengembara atau pertapa
dari timur atau barat aku berjalan
mengarungi lembah dan rawa-rawa
jika aku menari-nari
itulah angin, topan dan setan - rumahku gua-gua
pakaianku rumbai-rumbai dan syahwat
menghirup wangi dan tengik tubuh-tubuh di keramaian
sambil kukuras habis harta dan kemewahan
agar aku terkubur
membiarkan kelakar atau tepuk tangan berlalu
hingga bahasamu hancur berantakan
dimakan raksasa dan kebringasan - aku ingin pergi terus
mengemban amanat para pendaki atau pemabok
tak bahagia karena senyuman
kini pun aku tertawa lebar-lebar
lewat bencana dan ketololan
sedang di samping kemah-kemahku
biarkan benderamu berkibar-kibar atau busuk
aku tetap tak peduli
seperti kemabukanmu
sejarah dan hari-hari haus darah
dan senyumku yang mungil
kusimpan sebagai belati atau pelor - dengan berkabung
kurayakan hari-hari, kemerdekaan dan tahun-tahun
dengan cinta atau kebencian
kujalani hukuman-hukuman - atas nama kekecewaan
segenap penjuru dunia
seribu penari dan sejuta lelaki buas
menjulurkan kelamin ke liang kubur - atas nama tetekbengek
kujual tubuhku di pasar-pasar swalayan
sedangkan para pembeli sembahyang atau bernyanyi
memamerkan taring atau pahanya
dengan gemetar - atas nama kejujuran
kulepas kemaluan dan rasa hormat
dengan sepatu butut
kucintai tanah air dan kerajaan-kerajaan - dengan kemesraan palsu
kusambut hari-hari dan beer dan whisky
ketika seorang pencuri dari golongan atas
mengajakku berutang budi, meskipun
dengan tak gentar
kusimpan hadiah dan bencana itu
di mana-mana - seperti kiamat
aku menelan pil pahit dan racun
dari lidah betarakala
seperti cinta yang mampus
para peri menertawakan dari arah lain
sedang sejak seabad yang lalu
tumbuh taring di kepalaku
dan semilyard lebih kalajengking
keluar dari lubang duburku yang agung - aku ini pejalan jauh
melebihi khayalanmu
kupikat segala laki-perempuan
agar tak sempat ngasah senjata
agar dunia mustahil
seluruh urat nadi menjadi absurd
mengeluarkan semua yang berbau borok - kutinggalkan kampung halaman
dan aku bersembunyi di mana-mana
jangan bertanya atau menccoba menjawab segala persoalan
bahkan seluruh bukit atau kekuasaan pun
tak pernah menyapa siapa-siapa
juga keherananmu hanyalah luka
yang akan terus kurawat
agar tetap menganga - kupelihara kambing-kambing dan budak
kuteror semua gembala atau juragan
hingga siksaan dan cacimaki mencibirmu
pendengaran ganjil
mengobrak-abrik rumah tangga kerajaanmu
agar kenyataan lebih baru dan tampak menor
aku rela menjadi penguasa jagat
seperti buku, dongeng dan sejarah
perasaan halus kurobek-robek
kusimpan kemudian kujual di pasar-pasar loak - tangis dan doamu hanyalah musik dangdut
segala langkah rencana-rencana
hanyalah tarian hulahoop para pelacur - seperti semula
aku akan lebih gila dari para gigolo
bermula dari sodom
berakhir melampaui gomorah - seperti halnya para penyair sial
kalian berkoar-koar di atas panggung
tak berdaya menghadapi sihir instalasiku
sebagai penjilat dari segala zaman
kalian berkhutbah saling mengangkangi
menyanyikan lagu dari kubur
surga dan jahanam - memandang tanganmu sakit
berdarah kebencian
aku hanya nyinyir
bersyukur kepada para pembunuh dan pengumpat
berjuta-juta pasukan serdadu baruku
telah menjual tanah air dan gunung-gunung
meskipun aku tetap sendiri
dingin
dan berkuasa - berpestaporalah wahai diriku semua
dalam kemiskinan atau rumah mewah
negeri yang dibangun para pahlawan dan bajingan
semua yang ada di sini adalah aku
sang pengembara ulung
kejeniusan dan ketololan kuwariskan bagi germo-germo
kalian yang pinggiran dan ceremeneh
kubiarkan sakit terlunta-lunta - wahai diriku yang berotak cemerlang
jangan hanya kekerasan
ciptakanlah pengangguran besar-besaran
di dalam filsafatku, tak ada musuh atau sekutu
semua adalah musuh atau sekutu - karena kebaikan yang busuk inilah
dunia menjadi lain dan melesat jauh
semua naik pesawat-yang-akan-datang
atau sekarat sekalian
selebihnya tertinggal sebagai debu dan gurem-gurem
sementara aku yang mengajari tepuk tangan
akan tetap sebagai psikopat yang maha syahwat
di menara-menara
lembah-lembah
dan rawa-rawa
manusia
1990/1994
***
MATHORI A ELWA, dilahirkan di Magelang, 6 September1966. Menulis sajak sejak SMA. Alumnus Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta asuhan KH Ali Darokah, MA-SMA I Al-Islam Surakarta, dan Fakultas Ushuluddin Program Teologi & Filsafat IAIN Sunan Kalijaga ini pernah membacakan sajak-sajaknya—antara lain—di Gedung Kesenian (GK) Purna Budaya Yogyakarta, Hall IAIN Sunan Kalijaga, GK Rumentang Siang Bandung, Galeri Popo Iskandar Bandung, GK Tasikmalaya, GK Nyi Rara Santang Cirebon, Teater Arena Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Fakultas Sastra UGM, Kedai Kebun, Teater Arena Surakarta, Galeri Nasional Jakarta, dan Festival Puisi Internasional Indonesia 2002 (Solo-Makassar-Bandung). Selama di Yogya (1986-2003), Mathori pernah bekerja untuk Sanggar Teater Eska IAIN Yogyakarta, Sanggar Shalahuddin, Yayasan Annisa Swasti, Penerbit Titian Ilahi Press, Penerbit Zaituna, Tabloid Padhang mBulan, dan Tabloid Kampung Halaman Brebes Pos, LKPSM NU Yogyakarta, dan Jasa Penyucian “Sokka Loundry”. Sejak April 2003 Mathori hengkang ke Bandung dan bergabung dengan Penerbit Nuansa Cendekia Bandung. Buku sajaknya yang sudah terbit antara lain Yang Maha Syahwat (Yogyakarta: LKiS, 1997) dan Rajah Negeri Istighfar (Yogyakarta: Aksara Indonesia, 2001), dan Aku Pernah Singgah di Kotamu (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2005)