Sejarah Singkat
Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada secara resmi berdiri pada tanggal 3 Maret 2007, dengan nama Pusat Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Pusat Kebudayaan ini didirikan sebagai hasil kajian mendalam yang dilakukan oleh sebuah tim yang dibentuk oleh Prof. DR. Sofian Effendi, MPA, Rektor UGM yang kemudian disebut sebagai Tim Sebelas dan berada langsung di bawah pengarahan Rektor. Dari kajian dokumen yang dilakukan, disebutkan bahwa Universitas Gadjah Mada sebagai Universitas Nasional Pertama yang didirikan pada tanggal 19 Desember 1949 itu, mempunyai kedudukan dan peran sebagai Balai Pendidikan dan Balai Kebudayaan Nasional. Sejak berdiri tahun 1949 sampai dengan tahun 2007, UGM telah berhasil menunjukkan kiprahnya dalam mendidik putra-putra Indonesia menjadi lulusan yang berkualitas dan mampu mengabdikan ilmunya dalam berbagai bidang tugas yang di embannya. Akan tetapi, kedudukan UGM sebagai sebuah Balai Kebudayaan Nasional kurang mendapat perhatian sehingga amanah itu nyaris terlupakan. Kenyataan inilah yang membangkitkan kesadaran UGM dan mendorong Tim Sebelas yang di pimpin oleh Rektor UGM untuk menyiapkan proses pendirian Pusat Kebudayaan UGM dengan tugas utama antara lain melestarikan, mengembangkan dan memberdayakan kebudayaan nasional.
Beberapa waktu sebelum hari peresmian Pusat Kebudayaan UGM itu, Tim 11 menghadap Sri Sultan Hamengkubuwono ke X untuk melapor dan mendiskusikan rencana pendirian Pusat Kebudayaan itu. Sultan yang merupakan salah seorang anggota Majelis Amanat UGM sangat mendukung rencana itu. Namun beliau mengingatkan bahwa sebuah Pusat Kebudayaan bukanlah sebuah benefit center tetapi cost center. Untuk itu beliau meminta UGM menyadari sepenuhnya akan hal itu dan mempersiapkan rencana pembiayaan yang jelas sehingga tujuan mengembangkan Pusat Kebudayaan tersebut dapat tercapai.
Peresmian Pusat Kebudayaan
Pada tanggal 3 Maret 2007 dengan mengambil tempat di gedung bekas Purna Budaya, akhirnya Pusat Kebudayaan UGM diresmikan oleh Rektor UGM Prof. Dr. Sjafri Sairin ditunjuk sebagai Direktur dengan sekretaris Dr. Sri Johari. Pengurus dilengkapi oleh sejumlah penasehat. Pengurus Pusat Kebudayaan secara langsung bertanggung jawab kepada Rektor UGM dan segala biaya untuk melaksanakan kegiatannya menjadi tanggungan UGM. Untuk melaksanakan tugas yang diembannya, Pusat Kebudayaan melakukan kegiatannya di bekas gedung Purna Budaya.
Pada tanggal 14 April 2007, Pusat Kebudayaan UGM berganti nama menjadi Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada. Penggantian nama ini berkaitan dengan meninggalnya mantan Rektor UGM dan Anggaota Tim Sebelas itu dalam kecelakaan pesawat Garuda pada tanggal 7 Maret 2007 di Bandara Adisucipto. Untuk menghormati jasa-jasa beliau yang cukup besar dalam mengembangkan Universitas Gadjah Mada dan keaktifan Guru Besar Hukum ini dalam mendorong dan mempersiapkan pendirian Pusat Kebudayaan UGM, Akhirnya Rektor UGM menetapkan nama resmi Pusat Kebudayaan UGM menjadi Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri.
Arsitektur Bangunan
Kompleks bangunan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (dahulu Purna Budaya) dirancang oleh arsitek dan pendidik Prof. Dr. Ir. Parmono Atmadi. Parmono merupakan guru besar bidang arsitekur pertama di Universitas Gadjah Mada dan terlibat dalam pemugaran perdana Candi Borobudur. Kompleks bangunan Purna Budaya dibangun pada tahun 1970 dengan mengadopsi gaya arsitektur tropis yang menyesuaikan iklim di wilayah khatulistiwa yang memiliki dua musim. Ciri atau karakteristik yang paling menonjol dari bangunan tropis adalah penggunaan atap rumah berbentuk segitiga dengan kemiringan yang curam. Bentuk atap segitiga yang biasa digunakan adalah atap limasan, memiliki teras, dan tritisan panjang untuk mencegah tempias dan silau, serta memiliki penataan lubang sirkulasi udara yang besar.