Event
Menyemarakkan lebaran seni rupa Yogyakarta, ada satu agenda menarik yang sayang untuk dilewatkan: Jogja Art Network ART NET visual art exhibition—program kerjasama PKKH dengan Jejaring Art Management memamerkan karya-karya dari 25 seniman kenamaan asal Yogyakarta. Pembukaan berlangsung hari Minggu 6 Mei 2018 Pkl. 19.00 dan pameran sendiri berlangsung hingga 19 Mei. Buka setiap hari Pkl. 10.00-20.00. Gratis dan terbuka untuk umum.
Nada Dunia: Dari Kekaryaan ke World Music Ayu Laksmi Nama Ayu Laksmi belakangan dikenal khalayak sebagai aktris. Lewat film besutan Joko Anwar, “Pengabdi Setan”—Ayu populer dengan karakter ‘ibu’. Di film lainnya, Ayu kembali berperan sebagai seorang ibu bagi sepasang anak kembar, bertajuk “The Seen and Unseen” karya Kamila Andini. Namun demikian, jauh sebelum karier keaktorannya bermula, Ayu lebih dahulu dikenal sebagai World Music Diva lewat performance dan album yang diluncurkannya, Svara Semesta. Dalam forum Sesrawungan kali ini, PKKH mengundang Ayu Laksmi untuk berbagi pada publik mengenai Svara Semesta, proses kreatif, serta pandangannya mengenai world music. Forum Sesrawungan kali ini akan berangkat dari penjelajahan kreatif Ayu Laksmi. Bagaimana musik tradisi Bali memengaruhinya karya-karyanya, baik itu dari instrumen, laras/notasi sampai sejarah musik Bali. Kemudian forum akan bergerak ke pembacaan Ayu terhadap lema world music dan kaitannya dengan lagu-lagu pada album Svara Semesta. Apakah Ayu sengaja menautkannya dengan titel world music atau bagaimana sesungguhnya pembacaan Ayu terhadap genre baru ini? Tidak lupa proses penciptaan lirik dan aransemen lagu-lagu pada Svara Semesta dipandu oleh Michael HB Raditya (peneliti di LARAS Studies of Music in Society).
Bagaimana ruang dan kota dapat mengubah, bahkan memakan manusia-manusia yang tinggal di dalamnya? Kumpulan puisi dalam buku Melihat Api bekerja (Gramedia, 2015) secara lugas menggambarkannya. Edisi Diskusi Sastra Nasional PKKH edisi April kali ini akan membahas lima puisi Aan Mansyur; "Menunggu Perayaan", "Memimpikan Hari Libur", "Sejam Sebelum Matahari Tidak Jadi Tenggelam", "Pameran Foto Keluarga Paling Bahagia", dan "Melihat Api Bekerja" bersama Esha Tegar Putra (sastrawan nasional) dan M. Alfian (mahasiswa pascasarjana ilmu sastra FIB UGM). Agendakan dari sekarang, Rabu, 25 April 2018 Pkl. 18.30 di Hall PKKH UGM. Acara ini gratis dan terbuka untuk umum.
Diskusi Sastra Nasional Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri kembali hadir, sekaligus menjadi edisi perdana di tahun 2018. Edisi 2017 kita telah berjumpa dengan begitu banyak cerpen menarik. Tahun ini, puisi-puisi dari penyair kebangaan tanah air akan bertemu dengan penggemarnya di lingkungan civitas akademika UGM. Masih meneruskan format acara yang telah bergulir, maka kali ini karya Halim Bahriz (yang pada edisi terakhir 2017 menjadi pembahas) akan diulas oleh M. Aan Mansyur dan Damay Rahmawati.
Indonesian Visual Art Archive bekerjasama dengan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Festival Arsip: Kuasa Ingatan yang sedianya akan dibuka pada Selasa, 19 September 2017 bertempat di Hall PKKH UGM oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Hilmar Farid. Kami mengundang Anda untuk hadir dalam malam pembukaan dan menjadi bagian dari gairah semangat gerakan pengarsipan. Tentang Festival Arsip: Kuasa Ingatan (Siaran Pers) Menulis sejarah apapun, termasuk seni rupa, tidaklah sederhana. Salah satunya karena terdapat banyak alur atau versi. Soal versi ini tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa. Siapa yang menang dan siapa yang dikalahkan. Dalam banyak kasus, sejarah menjadi milik para pemenang. Di titik inilah, sejarah dan kekuasaan ibarat dua mata uang logam yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Karena itu, keberadaannya harus selalu digugat dan dipertanyakan. Membicarakan sejarah berarti sambil mempertanyakan sumber dan versi. Dari situlah kerja pengarsipan Indonesia menemukan urgensinya. Sejak awal kemunculan Seni Indonesia Modern, persinggungan dengan kolonialisme sudah terjadi. Maka dari itu, menyusun sejarah seni rupa sama halnya dengan kerja kontekstualisasi narasi, dengan kondisi masyarakat Pasca-kolonial. Dalam perjalanannya, dinamika kerja kesenian juga pada dasarnya tidak terpisah dari dinamika sosial dan politik. Bahkan, dalam proses pengentalan keindonesiaan, gerak seni rupa menjadi bagian di dalamnya. Identifikasi kolektif ini merupakan proses abadi, yang dinamikanya akan selalu kita temui, meski tidak selalu disadari. Mengingat identifikasi kolektif merupakan proses politis, salah satu tugas kita ialah untuk membuat proses tersebut eksplisit. Sehingga kita bisa turut menentukan arah perjalanannya, mengevaluasi atau bahkan menginterupsi. Di tengah proses tersebut, kita juga harus selalu menempatkan arsip dan kerja pengarsipan sebagai sesuatu yang politis. Dengan kata lain, netralitas arsip adalah ketidakmungkinan yang mutlak. Ketika arsip dan pengarsipan selalu kita tempatkan dalam dimensi politisnya, maka kita akan selalu mempertanyakan, mempelajari sambil mendeteksi jenis rezim kekuasaan dan rezim pengetahuan yang beroperasi di sekitar kita. Yang menjadi pertanyaannya kini ialah, siapa subjek dari proses tersebut? Dalam konteks hidup bermasyarakat, negara memegang peran dominan dalam kerja pengarsipan, di sisi lain terdapat inisiatif-inisiatif di luar pemerintah (swasta) yang juga bergeliat, yang telah mengupayakan kerja-kerja kearsipan dalam berbagai lini dan skala, dengan beragam modus juga cara. Singkat kata, arsip dan pengarsipan adalah kepentingan kolektif. Sementara prasyarat dari kerja kolektif ialah keberadaan gairah publik. Gairah publik untuk menjadi bagian dari masyarakat arsip, menjadi masyarakat ingatan. Untuk memancing kegairahan publik pada kerja pengarsipan ini, kami menggagas Festival Arsip atau Fest!Sip IVAA. Sebuah acara perayaan kehidupan atas budaya arsip yang selama ini hidup di antara kita. Kami percaya, bahwa gerakan pengarsipan akan terwujud jika gairah masyarakat ingatan masih terjaga dinamikanya. Harapannya, kelak kita memiliki politik pengarsipan yang secara sadar dikelola sebagai bagian dari strategi budaya masyarakat bekas jajahan di tengah arus globalisasi. Dari harapan itulah, kami mengambil peran untuk memancing kegairahan publik pada gerakan pengarsipan, pentingnya politik arsip serta mendesaknya politik ingatan untuk menjadi perhatian bersama. Format festival kami pilih untuk memaksimalkan daya dalam memantik gairah publik. Tak lupa berbagai program yang menjadi turunan dari visi tersebut juga sudah kami siapkan, bersama dengan tim yang selama perjalanannya menemui dinamika yang membuat proses tidak berjalan datar, terdapat tegangan serta melibatkan perspektif yang saling tarik-menarik. Di tengah pergulatan inilah, Festival Arsip hadir di tengah kita, untuk dinikmati, dijadikan ajang bertemu, belajar, dan bahkan saling menyapa dengan kritik. Semoga perjalanan kita menuju masyarakat ingatan semakin menggelora. Rangkaian Program dan Kegiatan Pameran Arsip dan Seni Berbasis Arsip Berlangsung di Ruang Pamer PKKH selama tgl 19 September - 1 Oktober 2017 buka setiap hari Pkl. 10.00 - 21.00 WIB Pameran Komunitas Arsip Budaya Nusantara Berlangsung di Hall PKKH, selama 29, 30 September & 1 Oktober 2017 buka setiap hari Pkl.10.00 - 21.00 WIB Rangkaian Kegiatan, Diskusi dan Aktivitas Publik Berlangsung di Ruang Pamer PKKH maupun di Hall, 19 September - 1 Oktober 2017 buka setiap hari Pkl. 10.00 - 21.00 WIB Seminar Internasional Berlangsung di Ruang Kadarman, gedung administrasi pusat lt.4, 25-27 September 2017. Seniman yang terlibat dalam Pameran Arsip dan Seni Berbasis Arsip: Hafiz Rancajale, Uma Gumma, Yusuf Ismail, Made Bayak, Lab Laba-Laba, Bambang “Toko” Witjaksono, Uji “Hahan” Handoko, PR Seni, Andri William, LARAS (Studies of Music in Society), Club Etsa, Lashita Situmorang. List Komunitas Arsip Budaya Nusantara dan Bursa Arsip: Taman Baca Kesiman, Institut Dayakologi, Sonobudoyo, Tikar Media Nusantara, Sekolah Pedalangan Wayang Sasak, Studio Audio Visual PUSKAT, Festival Film Dokumenter, Lokananta, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), OK Video, Primanto Nugroho Pengelola Balai Bacaan Srigunting, Slamet Suwanto, Oak, Octopus, Circa, EA Book, IBC, Cantrik Pustaka, Kendi, Metabook, Jalan Baru, Warning, Papyrus, Sinar Hidoep, Gambang, Berdikari, Mata Bangsa, I-BOEKOE, Tjap Petroek, Interlude, Shira Media, Galang Press, dan Bentang Pustaka, Warung Arsip, Indra Menus, Isrol Media Legal, Arsita Cangkang Serigala, Newseum, Ora Weruh, Pawon, Arsivis Solo, Dodit Tokohitam. List semua partisipan dan pendukung dalam rangkaian kegiatan, diskusi dan aktivitas publik LARAS Studies of Music in Society (yang berkolaborasi dengan Icipili Mitirimin, Joga Blues Forum, Jazz Mben Senen, Keroncong Sorlem, Gendhing Mares dan Gambang Kromong Pimpinan Welly Hendratmoko, Iksan Skuter, Yennu Ariendra, Sekutu Imajiner, Art Music Today, Doni Alldint, Erie Setiawan dan Wahyu Octavianto, Atinna Rizqiana, Banjar Triandaru, Andreas Pradiptya), Kelompok Teater Sedhut Senut, Ikun SK., Kurniawan Adi Saputra, Joned Suryatmoko, Brigitta Isabella, Syafiatudina. List pembicara dalam seminar internasional Muhidin M.Dahlan (Warung Arsip), Didin Dwi Nugroho (Perpustakaan Medayu Agung), Bonnie Triyana (Historia), Nadia Fauziah Dwiandari (ANRI), Ho Tzu Nyen (Seniman), Lalitia Apsari (Pelaku Humaniora Digital), Yesaya Sandang (Akademisi), David Pavon-Cuellar (Akademisi), Agung Hujatnikajennong (Kurator), Aaron Seeto (Kurator).