“Lahir, Tumbuh, Kembang Teater Garasi”
27 November 2015, pukul 15.00-17.00 WIB, di Ruang Gong PKKH UGM
Teater Garasi adalah salah satu potret teater yang hingga kini memiliki napas dan sedang terus mencatat pengalaman panjang. Lahir dari lingkungan kampus di tahun 1993, dengan berpijak pada keyakinan dan praktik langsung bahwa seni pertunjukan adalah sekaligus proses dan laku produksi pengetahuan, untuk terlibat secara dialektis dalam lingkungan sosial dan politik.
Visi dan basis praktik ini mengantarkan karya-karya dan awak Teater Garasi ke dalam kancah seni pertunjukan global sejak tahun 2000-an. Untuk menyebut beberapa di antaranya: Singapura, Berlin, Tokyo, Shizuoka, Osaka, New York, dan Amsterdam.
Pada 2013, Teater Garasi terpilih menjadi salah satu dari pegiat kebudayaan dan kesenian yang memperoleh penghargaan Prince Claus Award di Belanda. Bersama mereka adalah peraih penghargaan dari Afrika Selatan, Pakistan, Chile, Paraguay, Colombia, Benin, China, serta dari Trinidad & Tobago. Sebagaimana dikutip dalam laman Prince Claus Fund, penghargaan ini diberikan kepada seniman, pemikir dan lembaga yang menonjol, yang laku budaya dan artistiknya telah membawa dampak positif ke dalam pembangunan negaranya. Mereka adalah panutan dan sumber inspirasi penting bagi orang-orang di sekitar mereka.
Forum Umar Kayam PKKH UGM mengundang Yudi Ahmad Tajudin (Direktur Artistik Teater Garasi) untuk berkisah tentang proses lahir, tumbuh, dan kembang kelompok teater ini.
Faruk, yang akan menjadi teman mengobrol Yudi Ahmad Tajudin dalam perbincangan ini memberi catatannya:
Teater Garasi yang saya kenal adalah teater yang menggabungkan ke dalam dirinya kekuatan pemikiran, konsep-konsep teoretik dan filosofis, yang diwujudkan dalam tampilan visual yang nyaris menyerupai sebuah karya seni rupa kontemporer, dengan musikalitas yang juga nyaris eksperimental, pola akting yang meliputi seluruh tubuh, dengan memaksimalkan kemungkinan gerak dan ekspresi serupa seni tari, dan terkadang senam atau olah raga, dan pola narasi yang bercampur-baur dengan renungan sosiologis-filosofis yang serius, dagelan yang terkadang sangat lucu.
Memasuki dunia pentas-pentas Teater Garasi, kita seakan memasuki sebuah dunia yang aneh, serba ajaib, tetapi juga sangat akrab. Khususnya untuk dunia teater di Yogyakarta, Teater Garasi, menurut saya, tidak ada duanya. Dan ia menjadi lebih ajaib ketika tumbuh dalam lingkungan teater Yogya yang pada umumnya konservatif, reproduktif, mengulang-ulang, dan berusaha setengah mati untuk mencapai apa yang justru sudah dicapai jauh sebelumnya. Entah kerasukan apa Teater Garasi ini.