• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • IT Center
  • Perpustakaan
  • Penelitian
  • Webmail
  • Hubungi Kami
Universitas Gadjah Mada Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Tentang Kami
    • Visi dan Misi
  • Berita
  • Kegiatan
    • Arsip
    • Unduhan
  • Fasilitas
  • Galeri
  • Beranda
  • Berita
Arsip:

Berita

Forum Umar Kayam: RASA: Alternatif Model Epistemologi Lokal

ArtikelBerita Friday, 25 October 2019

Forum Umar Kayam
Senin, 2 September 2019 | 15.00 – 17.30
Pembicara : Ayu Utami

Pengantar
Rasa: Alternatif Model Epistemologi Lokal

Sistem pengetahuan modern ternyata tidak sepenuhnya universal dan obyektif seperti yang didaku. Telah banyak kritik atas bias kolonialisme, patriarki, dan keeropaan. Kritik tersebut perlu segera diisi dengan tawaran menggali kembali model dan sistem pengetahuan “lokal” yang sempat berhenti berkembang karena dominasi sistem modern. “Rasa” adalah salah satu konsep mengenai kesadaran yang sangat kuat di Nusantara, terdapat dalam sastra kuno hingga pemikiran kemerdekaan. Rasa membawa salah satu model sistem pengetahuan Nusantara. Presentasi ini mencoba menawarkan pembacaan ulang atas Rasa dan perumusan dalam bahasa yang lebih teknis agar bisa diaplikasikan di era teknologi modern.

Materi presentasi Ayu Utami dapat diunduh melalui tautan berikut ini.
Apabila Anda hendak membaca catatan notulensi verbatim acara, dapat mengunduhnya melalui tautan berikut ini.

Membaca Kasablanka & Ubai | Diskusi Sastra Nasional PKKH Edisi III

ArtikelBeritaGaleriUncategorized Thursday, 23 August 2018

 

Dinginnya malam di Yogyakarta akan dihangatkan oleh kehadiran sastrawan asal Nusa Tenggara Barat, Kiki Sulistyo. Pada 24 Agustus 2018 pukul 19.00 WIB di Hall PKKH UGM, Kiki akan membahas mengenai karya-karya Esha Tegar Putra. Pemenang penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2017 ini rencananya akan diundang dalam “Diskusi Sastra Nasional PKKH UGM” yang rutin diadakan oleh PKKH UGM sebagai bagian dari bentuk apresiasi terhadap perkembangan dan kreativitas kesusastraan di Indonesia.

Tidak hanya tercatat sebagai Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Sastra, Avesina Wisda selaku pemantik acara “Diskusi Sastra Nasional PKKH UGM”, memiliki beragam kerja kesusastraan. Pria kelahiran Magelang 1 September ini, memiliki Track Record sebagai redaktur dan kontributor di jogjareview.net, Buletin Mimesis, wolez.fun, dan saat ini menjadi Pemimpin Redaksi media daring sukusastra.com, sebuah wahana kesusastraan yang dikemas melalui kemutakhiran teknologi informasi.

Dalam rangka memandu acara “Diskusi Sastra Nasional PKKH UGM”, Ahmad Zamzuri akan mengawal acara tersebut dan mendampingi Avisena Wisda dan Kiki Sulistyo dalam membahas karya-karya sastrawan asal Sumatera Barat, Esha Tegar Putra. Dengan pengalaman penelitian selama dua belas tahun lamanya dalam bidang sastra dan bahasa, Ahmad Zamzuri akan mampu mengarahkan acara yang menggagas wacana kesusastraan Indonesia dari beragam daerah di nusantara tersebut.

Profil Sastrawan Nasional 

KIKI SULISTYO lahir di kota pelabuhan Ampenan, Lombok, 16 Januari 1978. Berminat pada dunia penulisan sejak masih kanak-kanak dan mulai menulis di usia remaja. Setelah tamat SMP tidak melanjutkan pendidikan formal dan memilih  belajar menulis secara otodidak dengan membaca apa saja sembari mengerjakan sembarang pekerjaan. Tahun 2012 mendapat hadiah dari Forum Sastra Bekasi untuk puisi Sepanjang Jalan ke Dasan Agung. Tahun 2014, Hikayat Lintah, buku puisinya yang pertama, diterbitkan di Surabaya. Tahun 2015, buku puisinya yang kedua, Rencana Berciuman, terbit di Yogyakarta. Di tahun yang sama, Penangkar Bekisar, diterbitkan oleh Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung bekerjasama dengan Studio Hanafi. Buku ini masuk dalam daftar panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2015. Tahun 2017 terbit buku puisinya Di Ampenan, Apalagi yang Kau Cari? dan meraih Kusala Sastra Khatulistiwa 2017. Bukunya yang terbaru adalah kumpulan cerpen Belfegor dan Para Penambang (2018). Sejak 2009 mendirikan Komunitas Akarpohon yang menggiatkan kerja-kerja penulisan, penerbitan, dan pengarsipan sastra serta proyek-proyek seni lintas disiplin lainnya. Saat ini sedang menyiapkan kitab puisi Rawi Tanah Bakarti dan kumpulan cerpen Apakah Nenek Sudah Bisa Terbang?

Profil Sastrawan Mahasiswa S2 Ilmu Sastra UGM

Tidak hanya tercatat sebagai Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Sastra, Avesina Wisda selaku  pemantik acara “Diskusi Sastra Nasional PKKH UGM”, memiliki beragam kerja kesusastraan. Pria kelahiran Magelang 1 September ini, memiliki Track Record sebagai redaktur dan kontributor di jogjareview.net, Buletin Mimesis, wolez.fun, dan saat ini menjadi Pemimpin Redaksi media daring sukusastra.com, sebuah wahana kesusastraan yang dikemas melalui kemutakhiran teknologi informasi. Bertindak sebagai pemateri dalam mengkaji puisi-puisi karya Esha Tegar Putra, ternyata prestasi Wisda tidak hanya meliputi esai sastra. Alumni Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta ini, produktif dalam kepenulisan sastra. Terbukti dirinya memiliki hasil karya sastra yang telah diterbitkan, yakni “Mengurai Bumi Lewat Cinta” dalam “Kumpulan Cerpen Geofiksi” (2014), “Dari Gentar Menjadi Tegar” di “Antologi Seni Komunitas Bergerak Seni Indonesia Berkabung” (2015),  “Kejujuran dan Mitos Realisme” di buku “Antologi Cerpen LPM Sketsa” (2015), dan  naskah drama “Sarapan Terakhir” dalam “Antologi Naskah Drama Remaja Daerah Istimewa Yogyakarta” (2016). Selain itu, Avisena Wisda pernah mendapatkan penghargaan Cerpen Terbaik Pilihan Malam Perjamuan tahun 2015 melalui cerpen “Minggu di Taman Eden” yang merupakan hasil karyanya.

Profil Moderator

Ahmad Zamzuri, atau akrab disapa Mas Azam, merupakan seorang ayah satu anak yang ‘nyambi’ kuliah di Pascasarjana Ilmu Sastra Universitas Gadjah Mada. Lahir di Gunungkidul dan menetap di Sleman, Mas Azam aktif berorganisasi sejak kuliah S1 di Universitas Negeri Surabaya dan kini mengoordinatori Sanggar Sastra Indonesia Yogyakarta. Selain itu, Mas Azam pernah juga menjadi Pembina Teater di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta, SMAN 4 Yogyakarta, dan SMAN 1 Galur, Kulonprogo. Untuk membaca kritik-kritik sastranya, dapat dibaca dalam “Bermain Drama: Perpaduan Fisik, Jiwa, dan Intelegensia” (2009) di Majalah Girli 34, “Eksistensi Perempuan pada Sosok Roro Mendut dalam Novel Roro Mendut karya Y.B. Mangunwijaya” (2009) dalam Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan, “Pribumi Vs Asing: Kajian Poskolonial terhadap Putri Cina Karya Sindhunata” (2012), “Modal-modal Majalah Pagagan: Tinjauan Sosiologi Pierre Bourdieu” (2014) di Jurnal Widyaparwa, “Strategi Kepenyairan Iman Budhi Santosa Dalam Arena Sastra” (2016) dalam Jurnal Widyaparwa, “Bengkel Sastra Balai Bahasa DIY Dalam Perspektif Sosiologi Pierre Bourdieu” (2016) dalam Jurnal Paramasastra, “Ideologi Dalam Novel Pabrik Karya Putu Wijaya” 2017 di Jurnal Atavisme, dan di Jurnal Aksara berjudul “Cerpen Matinya Seorang Penari Telanjang Karya Seno Gumira Ajidarma” tahun 2018.

Profil Performer: Ibu Jari

Para personil Ibu Jari terdiri dari Sukma Firmansyah, Kidung Mijil Pinilih, Yusuf, dan Indro Retno Wibowo, mereka membawakan puisi-puisi dengan iringan gitar, bass, serta ketipung. Pemilihan puisi yang dimusikkan mereka tidaklah sembarangan, Ibu Jari memiliki selera estetik dalam memilih teks puisi. Maka tak heran, karya-karya seperti “Tembang Padang Telanjang” karya Iman Budhi Santosa, ”Genderang Kurukasetra: Utari” karya Suminto A. Sayuti, ”Derai-Derai Cemara” karya Chairil Anwar, “Malioboro” karya Latief S. Nugraha, “Prologue” karya Sapardi Djoko Damono, dan “Aide Memoire” karya Umbu Landu Paranggi pernah ditampilkan oleh mereka.

Booklet berisi puisi-puisi Esha Tegar Putra, ulasan Kiki Sulistyo dan Avesina Wisda dapat diunduh melalui tautan berikut ini.

 

23rd Yogyakarta Gamelan Festival 2018

ArsipArtikelBeritaEvent Friday, 13 July 2018

  

Pada awal abad ke-21, musik gamelan berkembang dengan pesatnya. Di banyak negara di dunia, seni musik gamelan hidup dengan indahnya. Musik gamelan klasik (gendhing) hidup berdampingan dengan musik gamelan. Gamelan memainkan sebuah peran vital dalam kebudayaan dunia. Itulah mengapa gamelan sangat terbuka lebar untuk didialogkan, dibagikan, dikolaborasikan dengan berbagai jenis musik. Hal yang penting di sini adalah semangat kebersamaan. Berhubung grup-grup gamelan di banyak negara aktif secara budaya, sangatlah penting bagi pecinta gamelan di seluruh dunia untuk dapat berkomunikasi satu sama lain.

Sebagai bagian Festival Kesenian Yogyakarta pada tahun 1995-1997, Yogyakarta Gamelan Festival mempersembahkan grup-grup dan seniman-seniman gamelan dari seluruh dunia baik dalam konser, siaran, seminar maupun pameran. Pada tahun 1998, sehubungan dengan adanya iklim politik yang tidak stabil, maka Yogyakarta Gamelan Festival terpaksa dibatalkan. Mulai tahun 2001, Yogyakarta Gamelan Festival diselenggarakan secara independen hingga sekarang. Festival ini dirancang sebagai pertemuan internasional bagi para pemain dan pecinta gamelan dengan konsep pergerakan budaya.

ART NET 2018

ArtikelBeritaEvent Tuesday, 15 May 2018

Menyemarakkan lebaran seni rupa Yogyakarta, ada satu agenda menarik yang sayang untuk dilewatkan: Jogja Art Network ART NET visual art exhibition—program kerjasama PKKH dengan Jejaring Art Management memamerkan karya-karya dari 25 seniman kenamaan asal Yogyakarta. Pembukaan berlangsung hari Minggu 6 Mei 2018 Pkl. 19.00 dan pameran sendiri berlangsung hingga 19 Mei. Buka setiap hari Pkl. 10.00-20.00. Gratis dan terbuka untuk umum!

Nada Dunia bersama Ayu Laksmi

ArtikelBeritaEvent Tuesday, 15 May 2018

Nada Dunia: Dari Kekaryaan ke World Music Ayu Laksmi

Nama Ayu Laksmi belakangan dikenal khalayak sebagai aktris. Lewat film besutan Joko Anwar, “Pengabdi Setan”—Ayu populer dengan karakter ‘ibu’. Di film lainnya, Ayu kembali berperan sebagai seorang ibu bagi sepasang anak kembar, bertajuk “The Seen and Unseen” karya Kamila Andini. Namun demikian, jauh sebelum karier keaktorannya bermula, Ayu lebih dahulu dikenal sebagai World Music Diva lewat performance dan album yang diluncurkannya, Svara Semesta. Dalam forum Sesrawungan kali ini, PKKH mengundang Ayu Laksmi untuk berbagi pada publik mengenai Svara Semesta, proses kreatif, serta pandangannya mengenai world music.

Forum Sesrawungan kali ini akan berangkat dari penjelajahan kreatif Ayu Laksmi. Bagaimana musik tradisi Bali memengaruhinya karya-karyanya, baik itu dari instrumen, laras/notasi sampai sejarah musik Bali. Kemudian forum akan bergerak ke pembacaan Ayu terhadap lema world music dan kaitannya dengan lagu-lagu pada album Svara Semesta. Apakah Ayu sengaja menautkannya dengan titel world music atau bagaimana sesungguhnya pembacaan Ayu terhadap genre baru ini? Tidak lupa proses penciptaan lirik dan aransemen lagu-lagu pada Svara Semesta dipandu oleh Michael HB Raditya (peneliti di LARAS Studies of Music in Society).

Diskusi Sastra Nasional PKKH Edisi Kedua: Melihat Api Bekerja bersama Esha Tegar Putra

ArtikelBeritaEvent Thursday, 19 April 2018

Bagaimana ruang dan kota dapat mengubah, bahkan memakan manusia-manusia yang tinggal di dalamnya? Kumpulan puisi dalam buku Melihat Api bekerja (Gramedia, 2015) secara lugas menggambarkannya. Edisi Diskusi Sastra Nasional PKKH edisi April kali ini akan membahas lima puisi Aan Mansyur; “Menunggu Perayaan”, “Memimpikan Hari Libur”, “Sejam Sebelum Matahari Tidak Jadi Tenggelam”, “Pameran Foto Keluarga Paling Bahagia”, dan “Melihat Api Bekerja” bersama Esha Tegar Putra (sastrawan nasional) dan M. Alfian (mahasiswa pascasarjana ilmu sastra FIB UGM). Agendakan dari sekarang, Rabu, 25 April 2018 Pkl. 18.30 di Hall PKKH UGM. Acara ini gratis dan terbuka untuk umum.

Unduh: Melihat Api Bekerja dan Sajak-Sajak Aan Mansyur

Unduh: Membangun Ruang Untuk Kenangan Dengan Membiarkan Api Membakar Seluruh Kota
Sebuah ulasan oleh Esha Tegar Putra

Unduh: Pembacaan Puisi Menyeberang Jembatan Karya Aan Mansyur, Suatu Usaha Mengenali Subjek
Sebuah ulasan oleh M. Alfian

Forum Umar Kayam II: Proses Kreatif Eka Kurniawan

ArtikelBerita Friday, 23 March 2018

Nama Eka Kurniawan telah mencuri perhatian para kritikus sastra di Eropa Barat, Amerika, sampai  Australia. Edisi Bahasa Inggris dua novel awalnya, Cantik Itu Luka (2003) diterjemahkan menjadi Beauty is a Wound dan Lelaki Harimau (2004) diterjemahkan menjadi Man Tiger terbit dan dipuji antara lain oleh Publisher’s Weekly, San Fransisco Chronicle, dan New York Times. Ia juga telah  berkeliling ke Jerman, Inggris, hingga Australia, dan Swedia untuk mempromosikan bukunya.

Beberapa kalangan menandai Eka sebagai penerus Pramudya Ananta Toer. Secara terbuka, Eka mengakui sekaligus mengkritik hal tersebut, meskipun dalam tugas akhirnya ia mendedah tetralogi Pram. Ia mengkritik sudut pandang Pram yang tampak modernis dalam melihat hitam dan putihnya sejarah.

Eka disandingkan layaknya Gabrielle Garcia Marquez milik Indonesia. Karyanya banyak mengadopsi gaya realisme magis, membaurkan fiksi dan realitas dalam narasi yang kompleks. Franz Roh, seorang sejarahwan Jerman, menyebut ralisme magis sebagai kemampuan menciptakan makna (magis) dengan membayangkan hal-hal biasa dengan cara luar biasa. Namun demikian, Eka tidak sepenuhnya mengamini gaya realisme magis tersebut. Ia menyebut bahwa karya-karyanya lebih dekat ke pakem cerita horor Indonesia.

Jika demikian bagaimana Eka menjelaskan karakteristik karya dan proses kreatifnya? Bagaimana pula keterkaitannya dengan Pramoedya yang condong ke arah realisme sosialis?

Dalam Forum Umar Kayam kali ini, PKKH mengundang sastrawan Mahfud Ikhwan sebagai pemandu diskusi. Mahfud sendiri merupan cerpenis, novelis dan editor.

Forum Umar Kayam: Kelindan Budaya Pop dan Aktivisme

ArtikelBeritaEvent Tuesday, 20 February 2018

PengantarBelakangan, kata aktivisme menjadi terminologi yang sering diperbincangan di berbagai kalangan dan media. Aktivisme, bukan istilah baru sebetulnya. Aktivisme berakar dari kata “aktif”—sebuah kata dengan makna yang sangat luas, mulai dari terlibat dalam aksi, partisipasi, sibuk, bergerak, sesuatu yang melibatkan usaha, sampai sesuatu yang menyebabkan perubahan atau berpengaruh. Bentuk aktivisme yang sering dikenal biasanya berupa aksi langsung; seperti kampanye, protes, boikot, demonstrasi, pemogokan, dan lain-lain. Namun, banyak juga bentuk aktivisme yang dapat dilakukan sehari-hari seperti membentuk komunitas, mempromosikan gagasan atau pesan melalui tulisan atau medium-medium kreatif lainnya, menulis surat atau petisi, menghadiri pertemuan atau diskusi publik, dan masih banyak lagi.

Meski ada banyak cara untuk melakukan aktivisme, secara umum kita dapat bersepakat bahwa kita melakukan aktivisme untuk mewujudkan perubahan yang kita inginkan, mulai dari perubahan-perubahan kecil hingga perubahan besar yang mungkin membutuhkan usaha dan dukungan dari banyak pihak. Keterlibatan media digital dalam aktivisme telah menjadi daya pendorong perubahan di masyarakat. Dari Arab Spring sampai Indignado di Spanyol dan gerakan Occupy Wall Street sampai pada Malaysia Bersih adalah rentetan fenomena yang belakangan menjadikan media digital sebagai salah satu faktor pendorong dan aspek penting dalam aktivisme.

Di Indonesia, melalui mailing list (milis) seperti Apa Kabar Indonesia misalnya, sangat marak pada akhir periode 1990-an. Melalui milis ini, para aktivis serta pendukung pro-demokrasi saling bertukar berita dan informasi. Tercatat, sebanyak 250.000 pembaca dari 96 negara mengakses Apa Kabar Indonesia. Seperti yang kita tahu belakangan, munculnya gerakan #KoinUntukPrita, Cicak VS Buaya sampai #saveAhok menjadi penanda bahwa aktivisme digital ini berkembang dan semakin meluas. Sekarang kita pun semakin familiar dengan situs-situs crowd funding yang mengupayakan penyelesaian masalah berdasarkan solidaritas bersama. Tren aktivisme digital menjadi semakin marak seiring dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap jaringan internet, kepemilikan perangkat, serta perkembangan jejaring sosial.

Sebelum media digital berkembang pesat, infiltrasi budaya populer dalam aktivisme juga memiliki peranan besar dalam mendulang simpati massa. Lagu Give Peace a Chance yang dinyanyikan Lennon menjadi penanda ikon budaya populer terlibat dalam aksi massa yang menolak perang Vietnam. Ada pula lagu We Shall Overcome yang terkenal sebagai ‘lagu protes’ dimanfaatkan dalam gerakan hak asasi manusia—kemudian menjadi judul gerakan itu sendiri yang digawangi oleh para musisi dan pegiat budaya. Di Indonesia sendiri, gerakan mendorong isu kesetaraan gender dan hak atas tubuh diprakarsai oleh sejumlah seniman asal Jakarta dengan memproduksi video dan lagu bertajuk Tubuhku Otoritasku. Gerakan Bali Tolak Reklamasi (ForBali) menjadi salah satu contoh aktivisme di mana budaya populer gencar dimanfaatkan. Sudah empat tahun, warga lokal, anak muda, seniman menolak dengan tegas reklamasi Teluk Benoa. Berdasarkan analisis mereka, reklamasi tidak akan berdampak baik bagi lapangan pekerjaan dan justru merusak ekosistem semata demi ekspansi bisnis para pengembang.

Perjalanan ForBali kini viral dengan jejaring massa baik online dan offline yang semakin meluas. ForBali ini mengelaborasi peran media digital dan budaya populer dalam aktivismenya. Nyatanya banyak anak muda yang semula enggan bergabung dalam gerakan, kemudian menganggap aktivitas ini sebagai seuatu yang keren dan menjadi militan.

 

Dalam Forum Umar Kayam edisi kali ini, PKKH mengundang Rudolf Dethu (penulis, manajer band dan aktivis yang terlibat dalam ForBali) sebagai pembicara. Dethu juga menggarap sebuah forum bertajuk Muda Berbuat Bertanggung Jawab dan Rudolf Dethu Showbiz. Yang pertama adalah forum pluralisme yang ia dirikan karena kepeduliannya terhadap fundamentalisme agama yang semakin kuat di kalangan pemuda Indonesia, sementara yang kedua merupakan panggung (gigs) di mana ia menelurkan musisi yang diasuhnya.

Forum Umar Kayam kali ini akan berkutat dengan pertanyaan seputar; Bagaimana strategi dan model gerakan yang dilakukan oleh Dethu sejauh ini? Bagaiman perkawinan antara media digital dan budaya populer mendorong efektivitas dalam aktivisme? Seberapa luas solidaritas bisa dimaknai, sementara representasi media digital telah semakin dominan? Menarik relasinya dengan aktivisme di tempat lain seperti Kendeng atau Kulon Progo, sampai di mana fungsi budaya populer? Apakah ia mampu membesarkan isu dan mendorong jejaring antar gerakan?

Acara ini akan diselenggarakan pada hari Selasa, 27 Februari 2018 Pkl. 14.30 di Ruang Bonang PKKH dan dimoderatori oleh Irfan R. Darajat, alumnus program pascasarjana Kajian Budaya dan Media, pegiat Laras-Studies of Music in Society dan personil grup band Jalan Pulang asal Yogyakarta.

 

Diskusi Sastra Nasional Edisi Perdana 2018 Bersama M. Aan Mansyur

ArtikelBeritaEvent Wednesday, 14 February 2018

 

Diskusi Sastra Nasional Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri kembali hadir, sekaligus menjadi edisi perdana di tahun 2018. Edisi 2017 kita telah berjumpa dengan begitu banyak cerpen menarik. Tahun ini, puisi-puisi dari penyair kebangaan tanah air akan bertemu dengan penggemarnya di lingkungan civitas akademika UGM.

Masih meneruskan format acara yang telah bergulir, maka kali ini karya Halim Bahriz (yang pada edisi terakhir 2017 menjadi pembahas) akan diulas oleh M. Aan Mansyur dan Damay Rahmawati.

Senang sekali rasanya bila Anda turut hadir dan berpartisipasi dalam forum diskusi sastra ini. Sampai bertemu nanti di Kamis, 15 Februari Pukul. 18.30 di Hall PKKH.

Berikut kami tampilkan (dalam tautan) puisi-puisi karya Halim Bahriz yang akan dibahas dalam forum. Kedua pembahas juga telah memberikan ulasannya, simak ulasan M. Aan Mansyur bertajuk Bahasa yang Kehilangan Hasrat Menjadi Puisi dan ulasan Damay Rahmawati bartajuk Percakapan Egoisme dan Hati Nurani.

Open Submission Pameran Membongkar Bingkai-Membuka Sekat

Berita Friday, 3 November 2017

 

 

Sejak diresmikan pada 3 Maret 2007, Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) menjadi sebuah ruang yang aktif mengakomodir aktivitas kesenian dan kebudayaan di Yogyakarta. Seturut dengan amanah Universitas Gadjah Mada sebagai Balai Kebudayaan Nasional, PKKH hadir mengemban tugas utama untuk melestarikan, mengembangkan, dan memberdayakan kebudayaan nasional. Upaya itu kemudian diwujudkan dalam beragam perhelatan diskusi, pameran, pertunjukan, dan aktivitas-aktivitas dalam ranah kesusastraan, kesenian, dan kebudayaan yang rutin berlangsung di PKKH.

Akhir tahun ini, dalam rangkaian Dies Natalis UGM ke-68 tahun 2017, PKKH akan  menggelar pameran seni rupa brtajuk Membongkar Bingkai-Membuka Sekat pada tanggal 10-16 Desember 2017 di ruang pameran PKKH UGM, Yogyakarta. Beirisan dengan tema Dies Natalis kali ini yang bertajuk Bersama UGM Bela Bangsa dan Negara, kami hendak merancang pameran karya seni alumni dan arsip sejarah UGM sebagai wujud apresiasi terhadap kiprah alumni UGM yang berperan besar bagi bangsa melalui pias seni rupa, sastra, dan kerja kebudayaan.

Dalam pameran ini, PKKH membuka kesempatan luas kepada seluruh alumni, dosen, dan staff UGM yang memiliki minat dan bakat pada seni rupa untuk turut berpartisipasi dengan mengirimkan karya terbaiknya melalui program Open Call Submission. Karya yang terpilih berdasarkan seleksi tim kurasi akan dipamerkan dalam Membongkar Bingkai-Membuka Sekat ini. Karya tersebut dapat berupa lukisan, instalasi, foto, video art, film, patung, dan lain-lain. 

Saat ini program Open Call Submission telah dibuka dan akan ditutup pada tanggal 30 November 2017. Silahkan unduh formulir pendaftaran program Open Call Submission dan ketahui informasi selengkapnya mengenai pameran Membongkar Bingkai-Membuka Sekat melalui situs resmi www.pkkh.ugm.ac.id.

Silahkan buka dan unduh berkas pameran Membongkar Bingkai-Membuka Sekat pada tautan berikut ini: 

  1. Catatan Kuratorial 
  2. Formulir Pendaftaran 
1234
Universitas Gadjah Mada

Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri
Kampus Universitas Gadjah Mada
Jl. Pancasila No. 1, Bulaksumur, Sleman
D.I. Yogyakarta 55281, Indonesia
Email : pkkh@ugm.ac.id
Telp : +62 (274) 557317, +62 (274) 557317

© 2017 PKKH Universitas Gadjah Mada

AksesKontak

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY